JAKARTA,shaliriaulestari.com,-   Marta Emmelia, (CEO PT.Shali Riau Lestari) dalam keterangannya saat ditemui tim media, (Sabtu, 29/5/2021) kembali menjelaskan pandangannya terhadapa PP 22/2021 yang merupakan salah satu turunan UU Cipta Kerja, bahwa memang  tidak semua abu batu bara dikeluarkan dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penghapusan FABA dari jenis limbah B3 terlampir dalam lampiran XIV.

Begini isi lampirannya:

Jenis Limbah Non B3

N 106 Fly ash
Sumber limbah: Proses pembakaran batubara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri

N107 Bottom ash
Sumber limbah: Proses pembakaran batubara pada fasilitas PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri

Marta mengatakan :”Saya membaca penjelasan Direktur PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati yang dilansir pada Detik.com tertanggal 12 Maret 2021. Rosa menjelaskan bahwa material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) yang menjadi limbah non B3 hanya yang dihasilkan oleh proses pembakaran batubara diluar fasilitas stoker boiler dan/tungku industry, seperti PLTU yang menggunakan Pulverized Coal (PC) atau Chain Grate Stoker. Artinya apa ? Pembakar batu bara yang menggunakan stoker boiler dan/tungku industry, tetap dikategorikan sebagai limbah B3 kode B409 dan B410.”

“Perlu juga diketahui bahwa walaupun ada abu batu bara yang dinyatakan sebagai Limbah non B3, namun penghasil limbah non B3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan, dan ini harus benar-benar diawasi pelaksanaannya agar tidak ada pengusaha yang nakal “ lanjut Marta.

CEO PT. Shali Riau Lestari itu juga mengungkapkan bahwa  “Dalam PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengelolaan limbah B3 dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Teknis (Pertek) dan dilengkapi dengan Surat Layak Operasional (SLO), dan pengelolaan limbah non B3 persyaratan dan standar pengelolaannya tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan. Ini juga yang pernah dijelaskan Direktur PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati.

“Di negara lain seperti Jepang, Eropa, Amerika Serikat bahwa FABA dari PLTU juga dikategorikan sebagai limbah non B3 meski tatacara dan standar pengelolaanya sama dengan tatacara dan standar pengelolaan di Indonesia,” ujarnya.

Dilansir dari Detik.com diketahui bahwa sebelumnya diberitakan, Lembaga swadaya masyarakat, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyoroti hal ini. Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3/2021) ICEL mencatat upaya untuk menyederhanakan ketentuan pengelolaan abu batubara tidak terjadi sekali ini. Berdasarkan catatan ICEL, sebelumnya pada 2020, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.10 Tahun 2020, yang memberikan penyederhanaan prosedur uji karakteristik Limbah B3, termasuk apabila ingin melakukan pengecualian fly ash sebagai Limbah B3.

ICEL mengingatkan bahwa dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 bisa memicu resiko pencemaran. Abu batubara bisa dimanfaatkan tanpa diketahui potensinya pencemarannya.

“Dengan statusnya sebagai limbah non B3, kini abu batubara tidak perlu diuji terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Artinya, terdapat risiko di mana abu batubara dimanfaatkan tanpa kita ketahui potensi pencemarannya,” tulis ICEL dalam keterangannya.

1 Comment

  1. admin
    March 11, 2018

    The recording starts with the patter of a summer squall. Later, a drifting tone like that of a not-quite-tuned-in radio station rises and for a while drowns out the patter.

Comments are closed.